PENILAIAN
INDIVIDUAL
OBJEK PAJAK PBB
PROSES PENILAIAN INDIVIDUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN
Penilaian individual adalah suatu sistem penilaian
terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan seluruh karakteristik dari
objek yang dimaksud. Teknik penilaian individual
diterapkan untuk jenis objek pajak dengan konstruksi khusus atau objek pajak
yang sudah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai
sebenarnya, hal ini dikarenakan keterbatasan program aplikasi.
Beberapa permasalahan dalam tata
cara penilaian individual atas objek Pajak PBB yang perlu disesuaikan dan
disempurnakan antara lain :
1.
Pada umumnya proses penilaian
kurang didukung oleh kualitas dan kuantitas Basis Data dan Informasi Pasar
Properti yang valid, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
2.
Basis Data dan Informasi Pasar
Properti belum dikelola secara sistematik, periodik, konsisten dan
komprehensif.
3.
Pendekatan penilaian yang
selama ini digunakan kurang memperhatikan prinsip penilaian properti sebagai satu
kesatuan investasi, sehingga hasil penilaiannya kurang akurat dan kurang
mencerminkan nilai pasar properti, meskipun dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang No. 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 12 Tahun 1994 telah mendefinisikan bahwa “Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, nilai jual
objek pajak pengganti”. Definisi
NJOP di atas mempertegas bahwa pengertian
NJOP merupakan satu kesatuan investasi. Oleh karena itu,
konsekuensi proses penilaian objek pajaknya perlu mempertimbangkan prinsip
penilaian tersebut, yaitu tidak memisah-misahkan antara Nilai Bumi dan Nilai
Bangunan. Pengalokasian NJOP Bumi dan NJOP Bangunan dilakukan untuk tujuan
penerbitan SPPT.
Penerapan Pendekatan Biaya (Pendekatan
atau Metode Nilai Perolehan Baru) secara
umum dilakukan dengan melakukan penilaian secara rinci atas objek yang akan
dinilai, yakni tanah dan bangunan dengan tetap memperhatikan prinsip penilaian
properti sebagai satu kesatuan investasi. Kesatuan investasi yang dimaksud
disini adalah bahwa nilai yang dihasilkan dari masing-masing komponen objek
penilaian (tanah dan bangunan) harus dijumlahkan menjadi suatu nilai yang
mencerminkan nilai pasar properti secara utuh.
Implementasi Pendekatan Biaya (Pendekatan atau Metode
Nilai Perolehan Baru) untuk penentuan NJOP dilakukan dengan cara : NJOP Bumi diperoleh dengan cara melakukan
analisis NIR (Nilai Indikasi Rata-rata),
sedangkan NJOP Bangunan diperoleh dengan penerapan aplikasi CAV (Computer Assisted Valuation) / DBKB
(Daftar Biaya Komponen Bangunan). Namun dalam implementasinya, penentuan
NJOP Bumi dan NJOP Bangunan dilakukan secara terpisah tanpa memperhatikan
apakah penjumlahan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan tersebut telah mencerminkan
nilai pasar properti secara utuh.
Pendekatan Biaya (Pendekatan
atau Metode Nilai Perolehan Baru) pada umumnya hanya mencerminkan biaya perolehannya dan kurang
mencerminkan profitabilitas investasi, sehingga untuk penilaian objek pajak PBB yang menghasilkan
pendapatan, hasil penilaiannya kurang mencerminkan nilai pasar. Pada umumnya pendapatan atas objek pajak PBB berupa
pendapatan sewa, kecuali sektor perkebunanan, perhutanan dan pertambangan sebagai natural
resources yang menghasilkan pendapatan berupa penjualan hasil alam.
Pada
prinsipnya, proses Penilaian Individual Objek Pajak PBB melalui 2 tahapan. Tahap pertama merupakan tahap
Penentuan Nilai Pasar Properti; tahap ke
dua, adalah Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB. Tujuan yang akan dicapai dari tahap pertama
ini adalah untuk menentukan nilai pasar properti. Pengertian properti yang
dimaksud adalah properti dalam pandangan sebagai satu kesatuan investasi, yang
dapat mencakupi objek PBB saja maupun properti sebagai objek PBB dan sekaligus
bukan objek PBB.
Sedangkan
tahap ke dua merupakan Tahap Penentuan Nilai Jual Objek Pajak yang mana
bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpajakan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 12 tahun 1985 tentang PBB jo UU No. 12 tahun 1994 tentang
PBB, yang terdiri dari NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
2.3. TAHAP PERTAMA
2.3.1. Tahapan Identifikasi
|
Proses Penilaian Individual Objek PBB dimulai dengan
tahapan penentuan Nilai Pasar Properti, dalam tahap ini, urutan kegiatan yang
dilakukan meliputi :
Secara detail akan dijelaskan tahap demi tahap sebagai
berikut :
Tahap identifikasi adalah tahap untuk mengetahui secara detail
properti yang akan dilakukan penilaian, meliputi :
Identifikasi Properti, pekerjaan ini meliputi kegiatan untuk mengenal
dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan properti yang akan
dinilai, properti pembanding dan pasar properti. Termasuk Real Properti/Real
Estat dan Personal Properti. Real estat, didefinisikan sebagai tanah dan bangunan atau
buatan manusia lainnya yang melekat pada tanah. Real Properti, merujuk segala kepentingan dan manfaaf serta hak (bundle of rights) untuk menggunakan, menyewa, memindahkan tanah
beserta pengolahan dan pembangunannya yang tercakup dalam kepemilikan fisik atas
real estat. Jadi real properti adalah
semua hak, kepentingan dan keuntungan yang berhubungan dengan kepemilikan
atas real estat. Sedangkan yang dimaksud dengan Personal
Properti merupakan item yang tidak secara permanen melekat
pada real estat dan biasanya dikenali dari kemampuannya untuk dipindahkan.
Penentuan Tanggal Penilaian adalah tanggal pada saat
nilai, penilaian atau perhitungan manfaat ekonomi akan dinyatakan. Tanggal penilaian ini sangat penting untuk
menerangkan kapan dasar penilaian itu diambil.
Penentuan Tujuan Penilaian dan Jenis Nilai yang
dikehendaki apakah untuk tujuan jual beli, sewa, asuransi, agunan, pembebasan tanah,
go-public, lelang, untuk penetapan pajak, asuransi, penggabungan usaha dan
sebagainya. Tujuan penilaian ini perlu dinyatakan secara jelas dan spesifik
dalam laporan penilaian.
Sedangkan Jenis Nilai yang dikehendaki bergantung
pada tujuan penilaiannya. Misalnya dalam penilaian untuk tujuan jual beli,
produk akhir jenis nilai yang dikehendaki adalah nilai pasar wajar (fair market value), untuk tujuan
asuransi, nilai yang dikehendaki adalah nilai asuransi, untuk lelang (auction), jenis nilai yang
dikehendaki adalah nilai jual paksa (forced
sale value), dan sebagainya.
Asumsi dan kondisi pembatas,
dibuat untuk mengetahui
batasan dan tanggung jawab seorang
penilai. Syarat pembatas juga dipakai untuk membatasi penggunaan laboran
penilaian oleh pihak lain yang tidak berkepentingan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.2. Tahapan Survei
Pendahuluan
2.3.3. Tahapan Pengumpulan
dan Evaluasi Data
|
Merupakan segenap pekerjaan
persiapan yang sebelum melakukan pekerjaan penilaian meliputi:
Perencanaan Kerja
Suatu perencanaan kerja yang matang akan sangat
membantu kelancaran dan efisiensi pelaksanaan penilaian. Perencanaan kerja
ini meliputi: pembagian tugas dan tanggung jawab tiap personel; perencanaan
biaya; sarana pendukung (peralatan, sarana transportasi), jadwal kegiatan;
dan lain-lain.
Data-data yang diperlukan
Terdapat dua jenis data yang harus dikumpulkan oleh
seorang penilai, yaitu data umum dan data khusus.
o
Data umum ini meliputi
informasi-informasi berkenaan dengan : prinsip-prinsip, kekuatan/keunggulan
dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai properti, yaitu informasi-informasi
berkenaan dengan trend sosial, ekonomi, pemerintahan dan lingkungan yang
berpengaruh terhadap nilai properti.
o
Data khusus adalah data-data yang
berkaitan langsung dengan properti yang akan dinilai serta properti-properti
pembandingnya. Data khusus ini meliputi data secara detail mengenai fisik,
data lokasional, data biaya, data pendapatan dan pembelanjaan, sebagaimana
yang terdapat juga pada properti pembanding.
Sumber Data sangat variatif dari
berbagai sektor. Di Indonesia, secara garis besar sumber data tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
o
Instansional Pemerintah: Kantor Statistik, Bank
Indonesia, BPN (Badan Pertanahan Negara), Ditjen Pajak, Pemda, Camat, Lurah,
BUPLN)
o
Non
Pemerintah: Perbankan, Estat agen, broker, Perusahaan Penilai, Notaris/PPAT,
Developer
o Non Instansional :
Penjual, Pembeli, Iklan, Media masa
o Memakai jalur internet (web) untuk memperoleh data-data yang
sifatnya update, misal data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, perkembangan
nilai poperti dari BI, website yang
dimiliki oleh masing-masing Pemerintah Daerah dan sebagainya
Personel dan Waktu Yang
Diperlukan
Personel dan waktu yang diperlukan ditentukan oleh
jangka waktu yang dikehendaki oleh pemberi tugas dan kompleksitas properti
yang dinilai. Jumlah personel dan waktu yang diperlukan ini biasanya
tergantung pada beban kerja penilaian yang akan dilakukan, di mana beban ini
tergantung pada tipe properti yang dinilai, skala properti, tujuan penilaian,
tingkat kesulitan dalam pengukuran di lapangan serta instrumen yang
diperlukan.
Pada tahap pengumpulan dan evaluasi data ini dimulai pekerjaan
pengumpulan data yang meliputi data umum dan data khusus. Pengumpulan data
perlu dilakukan dengan teknik yang benar agar dapat diperoleh hasil analisis
nilai yang baik.
Data-data yang dikumpulkan
meliputi data khusus dan data umum yang berlaku bagi objek pajak PBB yang
akan dinilai dan objek pajak PBB pembanding.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tabel 2.1. Jenis Data Yang Diperlukan Dalam Penilaian Objek Pajak
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.4. Tahapan Analisis
Pasar Properti
2.3.5. Analisis Penggunaan
Tertinggi dan Terbaik (The Highest and Best Use)
|
a)
Definisi pasar properti
Pasar properti adalah suatu aktivitas komersial yang
dirancang untuk memudahkan pertukaran hak-hak atas tanah dan bangunan, menetapkan
harga untuk pertukaran-pertukaran yang sifatnya saling menguntungkan bagi
kedua belah pihak, mengalokasikan ruang untuk berbagai alternatif penggunaan,
menentukan pola penggunaan tanah dan ruang, serta menyesuaikan penawaran
terhadap permintaan.Singkatnya, pasar properti adalah sebuah pasar dimana hak-hak atas
properti yang dianggap bersaing oleh para calon pembeli untuk dipertukarkan.
b)
Karakteristik Pasar Properti
Karakteristik pasar properti antara lain :
1. Produk yang berbeda (unik)
Karena
lokasi yang menetap (immobilitas)
serta karakteristiknya yang berbeda, properti merupakan barang yang unik. Tak
ada dua unit ruang yang persis sama dan karenanya satu sama lain tidaklah
setara untuk dipertukarkan. Hak-hak yang berbeda atas properti serupa yang
ditawarkan mungkin saja ada dan dipertukarkan.
2. Relatif kurang informasi
Banyak informasi yang sukar atau
tidak mungkin diperoleh dan kemungkinan besar hal-hal tersebut diperlakukan
secara rahasia (confidential).
Tidak ada data resmi dan pasar resmi, harga-harga penjualan tidak
dipublikasikan dan dilaporkan secara luas seperti halnya harga-harga saham.
3. Sedikit pembeli dan penjual untuk
tiap-tiap transaksi atau segmen pasar
Pembeli dan penjual, pemilik dan penyewa, peminjam
dan yang diberi pinjaman, semuanya memiliki keyakinan bahwa mereka dapat
mempengaruhi harga atau persyaratan sewa ataupun persyaratan pinjaman.
Karenanya, negoisasi antara pihak-pihak yang berkepentingan merupakan suatu
hal yang penting, sehingga harga cenderung menjadi tidak pasti. Harga dan
syarat-syarat terjadinya transaksi sangat kuat dipengaruhi oleh persepsi
subjektif dan keinginan-keinginan yang bersifat individual dari masing-masing
peserta. Bahkan sering dijumpai perilaku
yang tidak rasional yang bereaksi terhadap tekanan-tekanan tertentu yang
mendesak.
4. Investasi memerlukan dana besar,
waktu yang lama
Investasi properti memerlukan
modal yang besar dan jangka waktu kembalian yang cukup lama. Terbatasnya
modal menyebabkan perlunya kerjasama dengan lembaga keuangan dalam membiayai
suatu proyek properti. Oleh karena itu kelayakan investasi (feasibility study) memegang peran
kunci dalam keberhasilan investasi ini.
5. Daya tarik investasi properti
Investasi dibisdang properti memiliki daya tarik yang kuat yaitu relatif
aman terhadap inflasi, berwujud nyata, dapat dijadikan agunan, nilai yang
selalu naik dan kebanggaan memiliki sebagai lambang kemapanan sosial bagi
pemiliknya.
6. Terlokalisir
Karena lokasi properti bersifat tetap dan tidak
dapat berpindah tempat, pasar yang dapat dipakai untuk satu properti tertentu
atau jenis properti cenderung dibatasi dalam satu kawasan geografis yang
relatif sempit dan ditentukan oleh karakteristik lokasi.
7.
Penawaran yang tidak elastis (relatif lamban atau tidak responsif)
Penawaran, tidak secara khusus bersifat
responsif terhadap harga. Kuantitas dari properti serta jasa yang ditawarkan
oleh suatu properti berubah secara perlahan-lahan. Jumlah
tersebut cenderung bersifat sensitif terhadap perubahan dalam permintaan
ataupun harga yang bersifat sementara.
8. Batasan dan pengendalian oleh
pemerintah
Kegiatan di bidang properti sangat
kuat diatur dan dipengaruhi oleh pemerintah, seperti dokumentasi untuk
keseluruhan hukum yang disyaratkan untuk setiap transaksi, penggunaan atas
tanah, perpajakan dll.
c)
Fungsi Pasar Properti
Pada dasarnya fungsi-fungsi pasar properti adalah
memudahkan pertukaran, menetapkan harga, mengalokasikan ruang perkotaan untuk
berbagai alternatif penggunaan, menentukan pola penggunaan tanah dan ruang,
menyesuaikan penawaran terhadap permintaan,
d)
Faktor-Faktor
dalam Permintaan dan Penawaran di Pasar Properti
· Faktor penentu permintaan.
a). Populasi :
- Total
populasi, perubahan populasi, (kelahiran dikurangi kematian dan migrasi).
- Ukuran dan
distribusi keluarga, yaitu status dan kecenderungan terakhir.
- Distribusi usia dan selera
(preferensi).
b). Pendapatan
(status finansial keluarga)
- Tingkat
pendapatan, kecenderungan pada saat ini dan yang diharapkan akan terjadi
dimasa akan datang
- Sumber
pendapatan, secara khusus stabilitas sumber pendapatan sangatlah penting
untuk menjamin komitmen jangka panjang tentang pembelian properti.
- Distribusi
pendapatan, yaitu pengelompokkan terhadap tingkat pendapatan.
- Tabungan
dan struktur hutang.
c). Biaya pembelian properti
- Penyedia
dana dalam pembelian properti, yaitu lembaga-lembaga keuangan dalam
memberikan pinjaman dalam hal pendanaan pembelian properti.
- Suku bunga
pinjaman, persaingan dalam hal suku bunga pinjaman setiap lembaga keuangan
(perbankan). Karena pembelian properti memerlukan pendanaan yang cukup besar,
maka sebagian besar pembelian tersebut akan melibatkan lembaga keuangan dalam
hal pendanaan.
§ Faktor penentu penawaran
- Teknologi
dalam pembangunan. Dengan teknologi baru dalam hal pembangunan properti,
contohnya pembangunan rumah dengan material siap pasang, maka penawaran
properti hunian di pasar dapat ditambah dengan waktu yang relatif cepat. Selanjutnya pertambahan ini
akan dapat menandingi permintaan.
- Suku bunga
pinjaman. Akibat kenaikan suku bunga pinjaman akan memiliki implikasi
terhadap pengembang, karena dengan beban bunga yang besar terhadap investasi
yang ditanamkan, sehingga memperbesar resiko investasi. Akibatnya pengembang enggan
melakukan investasi dalam kondisi seperti ini.
- Persaingan antar pengembang.
- Harga material bangunan.
Analisis pasar properti diperlukan agar penilai mampu
meng-interpretasikan dengan akurat kondisi pada saat tertentu, khususnya yang
berkaitan dengan kecenderungan (trend) pergerakan harga dengan cara memahami
kekuatan-kekuatan eksternal pasar yang mempengaruhi nilai dari properti
tersebut.
Selain itu, analisis pasar properti pada prinsipnya untuk menganalisis penawaran (supply) terhadap ruang eksisting dan
proyeksinya, menganalisis permintaan (demand)
terhadap ruang eksisting dan proyeksinya. Analisis ini akan digunakan sebagai
pertimbangan dalam analisis proyeksi harga sewa, service charge, tingkat hunian dan harga jualnya.
Analisis penawaran dan permintaan tersebut
dilakukan terhadap :
1. Objek Yang Dinilai.
Tujuannya adalah untuk
mengetahui kecenderungan/tren harga sewa, service
charge, tingkat hunian riil terhadap data past performancenya. Caranya dengan menganalisis perubahan harga
sewa, service charge, dan tingkat
hunian riil dari tahun ke tahun.
2. Properti pesaing
Yang dimaksud dengan
properti pesaing adalah properti yang usahanya mempunyai segmen pasar yang
sama. Tujuan analisis penawaan dan pemintaan terhadap properti pesaing adalah
untuk mengetahui kecenderungan/tren rata-rata harga sewa, service charge, dan tingkat hunian
riil terhadap data past performance
properti pesaing. Caranya dengan menganalisis perubahan harga sewa, service charge, dan tingkat hunian
riil dari tahun ke tahun masing-masing properti pesaing yang kemudian
dihitung rata-ratanya.
3. Market overview (sebagai guideline)
Market overview berguna sebagai referensi dan data
pendukung untuk menganalisis dan menentukan perkiraan nilai pasar properti
objek di setiap wilayah. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam market overview adalah pertumbuhan
ekonomi, inflasi nasional, inflasi daerah, tingkat suku bunga kredit
perbankan, tingkat suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI), nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing, indeks harga konsumen umum dan sektor
properti, produk domestik bruto nasional dan regional, porsi jumlah kredit
perbankan untuk konstruksi dan real estat, indeks harga saham emiten
properti, dan tingkat pertumbuhan ekonomi,
Market overview diperoleh dari public domain yang dipercaya, seperti
informasi Pusat Studi Properti Indonesia dan sumber informasi lainnya.
Apabila di wilayah tersebut tidak terdapat market overview maka referensi nilai pasar properti mengacu pada
analisis sample data dari data transaksi/penawaran.
Hasil dari analisis
penawaran dan permintaan dari objek yang dinilai dan objek pesaing yang
didukung oleh market overview
adalah :
v Proyeksi pasokan
kumulatif properti sampai dengan tahun tertentu.
v Proyeksi permintaan
kumulatif properti sampai dengan tahun tertentu.
v Perkiraan tingkat
hunian properti sampai dengan tahun tertentu.
v Perkiraan harga sewa
rata-rata properti
v Perkiraan service charge rata-rata properti
v Perkiraan harga jual
properti
Sebelum mengestimasi nilai suatu properti,
kita harus menentukan keuntungan utama dari suatu properti. Kegunaan
tertinggi dan terbaik (highest
and best use) dapat didefinisikan
sebagai ”The reasonably probable
and legal use of vacant land or an improved property, which is phisically
possible, appropriately supported, financially feasible, and that results in
the highest value”. Penggunaan yang semaksimal mungkin adalah penggunaan
yang akan memberikan keuntungan yang paling maksimal. Prinsip HBU ini ditentukan oleh :
1.
Legally permisible artinya bahwa apakah properti tersebut secara
peraturan telah memenuhi. Seperti apakah properti tersebut telah sesuai dengan
peruntukkannya yang dibuktikan dengan kesesuaian zoning. Sedang untuk
bangunan harus dipertimbangkan apakah memenuhi peraturan yang berlaku seperti
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ijin mendirikan
bangunan, dan ijin penggunaan bangunan.
2. Physically
Possible Artinya
bahwa apakah property yang dinilai memenuhi syarat-syarat fisik. Contoh
karakteristik fisik seperti ukuran tanah dan bangunan, lokasi, rancang bangun
dan kondisi bangunan.Sebagai contoh adalah tidak memungkinkan untuk membangun
bangunan hotel berbintang atau pusat perbelanjaan di atas tanah seluas 400
m2, atau sebaliknya adalah terlalu berlebihan membangun rumah tinggal di atas
lahan 1 hektar.
3. Financially
Feasible (layak secara
keuangan). Properti yang dibangun tersebut telah ditujukan untuk memenuhi
permintaan pasar sehingga menghasilkan return yang positif bagi pemilik atau
investor.Untuk menentukan kelayakan secara keuangan seorang penilai
mengestimasikan pendapatan kotor yang akan diterima (future gross income)
yang diekspektasi dari setiap potensial
kegunaan tertinggi dan terbaik. Dalam menganalisis kelayakan keuangan,
tingkat kekosongan, collection losses dan biaya operasi perlu dikurangkan
dari setiap pendapatan kotor (gross income) untuk mendapatkan biaya operasi
bersih (nett operating income atau NOI). Tingkat pengembalian atau rate of return atas modal yang diinvestasikan dapat
digunakan untuk melakukan perhitungan bagi setiap penggunaan
4. Maximally
Productive Produktivitas yang
maksimal. Dari kegunaan yang layak secara keuangan, maka kegunaan yang
menghasilkan harga tertinggi / nilai tertinggi yaitu yang konsisten dengan
tingkat pengembaliannya rate of return .Untuk menganalisis kelayakan dalam
hal financial dan juga memilih kegunaan yang memberikan nilai maksimal maka
beberapa alat analisis atau tolok ukur yang sering digunakan adalah net present value, Internal rate of
return, Return on Investment, Return on Equity, pay back period dan
sebagainya.
Analisis HBU ini meliputi kajian terhadap kelayakan fisik, kelayakan
hukum, kelayakan keuangan/ pendanaan dan keuntungan maksimal yang dapat
dihasilkan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.6. Tahapan Penerapan Pendekatan Penilaian
|
Secara garis besar, pendekatan penilaian yang lazim
digunakan adalah pendekatan perbandingan penjualan, pendekatan biaya dan
pendekatan pendapatan.
Sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 3
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, maka dalam penentuan NJOP dikenal tiga
pendekatan/metode penilaian, yaitu:
a. Pendekatan Perbandingan Data
Pasar (Metode Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis)
b. Pendekatan Biaya (Metode
Nilai Perolehan Baru)
c. Pendekatan Pendapatan
(Metode Nilai Jual Pengganti)
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.6.1. Pendekatan Perbandingan Harga Dengan Objek
Lain Yang Sejenis
|
Pendekatan perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan Nilai Jual suatu Objek
Pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang
letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya
(atau dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 dikenal
dengan Pendekatan Data Pasar).
Konsep dasar Penilaian Objek Pajak Individual dengan
pendekatan Perbandingan Data Pasar adalah membandingkan secara langsung data
pembanding dengan objek pajak yang dinilai dengan menggunakan faktor-faktor
penyesuaian. Adapun beberapa elemen perbandingan yang sering dipertimbangkan
adalah :
·
Jenis hak yang melekat pada properti,
·
Masalah
keuangan/pendanaan (financing term),
·
Kondisi
penjualan,
·
Kondisi
pasar,
·
Lokasi,
·
Karateristik
fisik,
·
Karakteristik dalam menghasilkan pendapatan (income-producing characteristics),
·
Karateristik-karateristik
lain.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tabel 2.2. Jenis Data Yang Diperlukan Dalam Pendekatan Perbandingan
Data Pasar (Pendekatan atau Metode Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis
Adapun tahapan dalam penilaian individual objek
pajak dengan mempergunakan pendekatan perbandingan harga dengan objek lain
yang sejenis dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.
![]()
Gambar 2.3 Langkah-Langkah
Penilaian Dengan Pendekatan
Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang
Sejenis
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Penjelasan :
1. Mengumpulkan data pembanding.
Proses penilaian dimulai
dengan mengumpulkan data pembanding. Secara garis besar data yang diperlukan
meliputi data fisik, data harga penawaran/jualbeli/sewa, aspek legal, aspek
lokasi dan zonning. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber. Referensi
yang dapat dipakai adalah media cetak, seperti majalah properti, koran,
brosur. Media elektronik seperti web di internet, public release atas survey pasar properti. Sumber lain yang dapat
dimanfaatkan adalah developer, estate agen, broker, kantor pemasaran
properti, instansi pemerintah, organisasi profesi yang berkaitan dengan
properti dan sebagainya. Pengumpulan data pembanding akan sangat mudah dengan
bantuan bank data nilai pasar properti.
2. Memilih Data Pembanding
Sebelum melakukan pemilihan
data pembanding, terlebih dulu dilakukan verifikasi informasi mengenai
keakuratan data, kesesuaian data dengan kenyataan dan memastikan apakah data transaksi yang diperoleh
mencerminkan pasar wajar. Kemudian dilakukan pemilihan data dengan
kriteria-kriteria antara lain : kemiripan fisik objek dengan data pembanding,
jarak objek dengan data pembanding, selisih waktu antara tanggal transaksi
dengan tanggal penilaian..
3. Analisis Dan Penyesuaian
Dari data pembanding
yang sudah terpilih, selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap faktor-faktor
yang meliputi :
v Jenis data (harga
transaksi atau harga penawaran).
v Waktu transaksi.
v Fisik
Tanah meliputi
elevasi, lebar depan, bentuk tanah
Bangunan meliputi
kondisi terlihat, umur bangunan, renovasi, fasilitas dan material
v Lokasi, aksesibilitas, penggunaan tanah.
v Aspek legal (kira-kira
2% dari nilai properti). Termasuk dalam aspek legal adalah kepemilikan,
peraturan daerah yang mengatur KDB (Koefisien dasar bangunan), koefisien luas
bangunan (KLB), Ketinggian Maksimum dan sebagainya.
Besarnya penyesuaian
yang akan diberi sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman penilai dengan
menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.6.2. Pendekatan Biaya (Metode Penentuan Nilai
Perolehan Baru)
|
Pendekatan Nilai Perolehan Baru, adalah suatu pendekatan atau
metode penentuan Nilai Jual suatu Objek Pajak dengan cara menghitung seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian
dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek
tersebut (Pendekatan Biaya dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-533/PJ/2000).
Pendekatan biaya digunakan dengan cara menambahkan
nilai bangunan dengan nilai tanah.
a)
Pengumpulan Data
i) Pengumpulan Data Tanah
Pada dasarnya pengumpulan data tanah dilakukan dengan
cara mengisi SPOP. Di samping itu penilai juga diminta untuk mengumpulkan
data tanah sebagai berikut :
1) luas
2) lebar depan
3) aksesibilitas
4) kegunaan
5) elevasi
6) kontur tanah
7) lokasi tanah
8) lingkungan
sekitar
9) data
transaksi di lokasi sekitar
ii) Pengumpulan
Data Bangunan
Pengumpulan data bangunan dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
1) Mengumpulkan
data objek pajak dengan mempergunakan SPOP, LSPOP dan LKOK. Contoh
LKOK
2) Data lain
yang belum tertampung dicatat dalam catatan tersendiri.
Proses penilaian dengan pendekatan biaya, dapat dilihat pada bagan berikut :
![]()
Gambar
2.2. Langkah-langkah Penilaian Dengan Pendekatan Biaya
(i) Penilaian
Tanah
Penilaian tanah adalah
menghitung seberapa besar biaya untuk memperoleh tanah dengan asumsi tanah
dalam kondisi kosong.
(ii) Penilaian Bangunan
Penilaian bangunan
dilakukan dengan cara menghitung Nilai Perolehan Baru Bangunan kemudian
dikurangi dengan penyusutan bangunan.
Nilai Perolehan Baru Bangunan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh/ membangun bangunan baru. Penghitungan Nilai Perolehan Baru
Bangunan ini meliputi biaya komponen utama, komponen material dan fasilitas
bangunan. Beberapa istilah penting berkaitan dengan penyusutan/depresiasi
adalah sebagai berikut :
Ø Umur
fisik adalah periode dari saat bangunan dibangun sampai secara fisik bangunan
tidak dapat lagi dimanfaatkan.
Ø Umur
ekonomi adalah periode waktu yang diantisipasi memberi kegunaan yang
menguntungkan secara ekonomis atau memberi kontribusi kepada nilai tanah.
Umur ekonomi seringkali lebih kecil daripada umur fisik, hal ini karena
seringkali suatu bangunan tidak bisa memberi kegunaan ekonomis secara penuh.
Contoh jika umur fisik bangunan bisa mencapai 60 tahun, mungkin umur
ekonominya hanya mencapai 40 sampai 50 tahun. Hal ini mengandung arti bahwa
setelah umur bangunan mencapai 40 atau 50 tahun, bangunan memang secara fisik
masih bisa digunakan tetapi tidak ekonomis karena biaya untuk mengadakan
pemeliharaan dan perbaikan bangunan lebih besar daripada nilai sewanya.
Ø Sisa
umur ekonomi adalah jumlah sisa tahun yang diestimasi dari sisa umur ekonomi
bangunan pada tanggal penilaian.
Ø Umur
efektif adalah gambaran umur struktural yang sesuai dengan kondisi dan
utilitas pada saat penilaian. Umur efektif ini seringkali digunakan sebagai indikator
penyusutan.
Ø Umur aktual adalah umur yang
menggambarkan kenyataan bangunan yang sebenarnya. Umur efektif bisa lebih
besar atau lebih kecil daripada umur aktual, hal ini tergantung dari tingkat
perawatan,pemodelan kembali dan renovasi yang dilakukan. Sebagai contoh
bangunan berumur 40 tahun bisa saja mempunyai umur efektif 20 tahun apabila
dilakuan perawatan secara baik , dan sebaliknya jika bangunan tidak dirawat,
maka umur efektifnya mungkin lebih besar daripada umur aktualnya.
Ø Penyusutan buku (book
depreciation) adalah istilah akuntansi yang merujuk pada jumlah modeal yang
dimiliki kembali (recapture) yang dikeluarkan dari catatan pembukuan pemilik.
Penyusutan ini umumnya adalah jumlah yang oleh pemilik dapat disediakan untuk
membayar penggantian aset berdasarkan peraturan pajak.
Penyusutan dibedakan atas penyusutan fisik, penyusutan
fungsi dan penyusutan ekonomi.
Ø Kerusakan Fisik (Physical Deterioration) :
Rusak, lapuk, retak,
mengeras atau kerusakan pada struktur yang pertimbangan-pertimbangannya
disesuaikan dengan umur dan kondisi fisik yang ada. Penyusutan fisik
ditentukan dengan memperhatikan penurunan kualitas. Besarnya penyusutan
ditentukan dengan besarnya biaya untuk merenovasi.
Ø Kemunduran Fungsional (Functional Obsolescence) :
Yaitu suatu penyusutan yang diakibatkan oleh
faktor internal seperti perencanaan yang kurang baik yang dapat meliputi
bentuk, model/disain, ketidakseimbangan yang bertalian dengan ukuran,
kekuatan struktur, fasilitas, serta kemajuan teknologi dan lain-lain.
Ø Kemunduran Ekonomi (Economic Obsolescense) :
Penyusutan ekonomi adalah
berkurangnya nilai sebagai akibat dari perubahan-perubahan ekonomi.
Faktor-faktor luar yang mengakibatkan penurunan nilai seperti kondisi
lingkungan, peraturan-peraturan pemerintah seperti perubahan zoning, dan
peraturan-peraturan lain yang membatasi penggunaan suatu aset.
DBKB dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
penilaian, akan tetapi apabila karakteristik-karakteristik dari objek pajak
baik untuk komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan
belum tertampung dalam DBKB, perhitungan dapat dilakukan sendiri dengan
pendekatan survai kuantitas. Analisis Nilai Bangunan dapat dilakukan dengan
menggunakan 3 alternatif :
Ø
DBKB 2000, yaitu estimasi nilai
bangunan dihitung dengan bantuan DBKB 2000;
Ø
DBKB 2000 plus, yaitu estimasi nilai
bangunan dihitung dengan bantuan DBKB 2000 ditambah dengan nilai bangunan
komponen lain (seperti kitchen set, ornamen-ornamen bangunan, taman, dll)
hasil perhitungan manual / justifikasi penilai yang belum terakomodasi dalam
aplikasi DBKB 2000;
Ø
Nilai semua bangunan absolut, yaitu
estimasi nilai bangunan berdasarkan perhitungan yang dilakukan penilai selain
menggunakan Aplikasi DBKB 2000.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.6.3. Pendekatan Pendapatan Untuk Penentuan Nilai
Jual Pengganti
|
Pendekatan Nilai Jual Pengganti, adalah suatu
pendekatan atau metode penentuan Nilai Jual suatu Objek Pajak yang
berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut (Pendekatan Kapitalisasi
Pendapatan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000)
Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk
objek-objek komersial, yang dibangun untuk usaha/menghasilkan pendapatan,
seperti hotel, apartemen, gedung perkantoran yang disewakan, pelabuhan udara,
pelabuhan laut, tempat rekreasi dan lain-lain. Dalam penentuan NJOP,
penilaian dengan pendekatan kapitalisasi pendapatan dipakai juga sebagai alat
penguji terhadap nilai yang dihasilkan
dengan pendekatan lainnya.
Konsep dasar yang perlu
dipahami dalam penggunaan pendekatan pendapatan antara lain adalah :
1.
Nilai properti merupakan pengkapitalisasian nilai pendapatan bersih
tahunan. Sebagai income producing properti, keberadaan kondisi fisik,
konstruksi, desain dan kelengkapan fasilitas modern dari sebuah properti
Pusat perbelanjaan pada prinsipnya dibuat untuk memperoleh nilai pendapatan
sewa dan tingkat hunian yang tinggi.
2.
Nilai properti dipengaruhi oleh perkembangan aliran pendapatan dari waktu
ke waktu. Fluktuasi situasi perekonomian nasional ataupun regional dapat
berdampak pada menurunnya permintaan ruang Pusat perbelanjaan. Pada situasi
krisis ekonomi misalnya, banyak penyewa yang terpaksa mencari ruang Pusat
perbelanjaan yang terletak di secondary area dengan harga sewa lantai yang
lebih murah untuk menghemat biaya operasional perusahaan. Sebaliknya dalam
kondisi normal, Pusat perbelanjaan di kawasan pusat perdagangan memiliki
tingkat hunian yang tinggi.
Karena pendapatan dari properti tidak dapat dianggap
tetap maka Penilaian dapat menggunakan Metode Arus Kas yang Didiskontokan
atau lebih dikenal dengan istilah pendekatan DCF (Discounted Cash Flow). Dengan pendekatan ini nilai dari suatu
properti adalah sejumlah nilai kini dari Net
Operasional Income yang akan diperoleh dari hasil operasional properti
tersebut termasuk di dalamnya Terminal
Value jika pada akhir tahun proyeksi diasumsikan masih terdapat sejumlah
pendapatan yang berlangsung secara terus menerus dan stabil.
a.
Pengumpulan
Data
Data-data yang harus
dikumpulkan dilapangan adalah :
(i) Seluruh pendapatan dalam satu tahun
(diupayakan data pendapatan 3 tahun terakhir) dari hasil operasi objek pajak.
Pendapatan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Pendapatan dari sewa, seperti objek pajak perkantoran, pusat
perbelanjaan.
2) Pendapatan dari penjualan, seperti objek pajak pompa bensin,
hotel, bandar udara, gedung bioskop, tempat rekreasi.
(ii) Tingkat
kekosongan, yaitu besarnya tingkat persentase, akibat dari terdapatnya: luas
lantai yang tidak tersewa, jumlah kamar hotel yang tidak terisi, jumlah kursi
yang tidak terjual untuk gedung bioskop, dalam masa satu tahun.
(iii) Biaya operasi dalam satu tahun yang
dikeluarkan, seperti gaji karyawan, iklan/pemasaran, pajak, asuransi. Untuk
objek pajak jenis perhotelan, perlu diperoleh data biaya-biaya lain, misalnya
: pemberian diskon atau komisi yang diberikan kepada biro perjalanan.
(iv) Bagian pengusaha (operator's share), biasanya sebesar 25% s/d 40%
dari keuntungan bersih. Data ini hanya untuk objek pajak dengan perolehan
pendapatan dari hasil penjualan.
(v) Tingkat kapitalisasi, besarnya tergantung dari jenis penggunaan
objek pajak.
b.
Penilaian
![]()
Gambar 2.4
Langkah-Langkah Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan
1.
TAHAP INCOME
ANALYSIS
Tahap ini adalah tahap penentuan pendapatan yang
dapat diterima oleh properti yang menghasilkan yang terdiri dari pendapatan
sewa dan service charge. Tahap ini
dilakukan dengan :
v Menghitung pendapatan kotor
potensial dalam satu tahun
Pendapatan kotor potensial adalah pendapatan kotor yang
diharapkan diterima dari suatu properti pertahunnya dengan mengasumsikan
tidak terdapat tingkat kekosongan. Pendapatan yang diterima dari suatu
properti ini biasanya berbentuk sewa yang diterima dalam jangka waktu
tertentu, seperti bulanan, tahunan, dan sebagainya tergantung dari perjanjian
sewa menyewanya. Perhitungan pendapatan kotor potensial ini dilakukan dengan
cara mengalikan luas lantai bersih bangunan (net rentable area) dengan nilai
sewa per meter perseginya.
Pendapatan kotor potensial/thn = Luas lantai bersih x Nilai sewa/m2/thn.
•
Gross
Living Area (GLvA)
Adalah total area yang sudah terbangun, lebih
dari sekedar ruang hunian. GLvA diukur dari garis keliling struktur bangunan
dan hanya meliputi bangunan dan dapat ditempati sebagai area hunian (basement
dan loteng tidak termasuk dalam total GLvA).
•
Gross Leaseable Area (GLA)
Adalah luas lantai total yang didesain untuk
hunian dan kegunaan eksklusif lain dari penyewa, termasuk basement dan
mezzanines. GLA diukur dari tengah dinding partisi hingga permukaan luar
bangunan.
•
Luas Area Sewa
Bersih/Net Rentable Area
Adalah area total yang tersedia untuk penyewa
atau keseluruhan ruangan yang dapat disewakan kepada pihak yang membutuhkan
ruang pusat perbelanjaan. Dalam pengertian luas lantai bersih ini tidak
ternasuk bagian-bagian bangunan yang digunakan sebagai utilitas seperti ruang
untuk WC/toilet, ruang lift, tangga, koridor, ruang genset, ruang
perlengkapan dan gudang. Jadi yang dimaksud luas lantai bersih di sini adalah
luas lantai bangunan yang benar-benar disewakan.
•
FRV
(Full Rental Value)
Full Rental Value adalah maksimum nilai sewa
yang dapat diterima atas properti dalam kondisi pasar terbuka.
•
Tarif
Sewa
Adalah biaya yang harus dibayarkan oleh penyewa
kepada pemilik gedung, sebagai fee atas pemakaian ruang dengan perjanjian dan
periodisasi tertentu. Sumber-sumber untuk menentukan harga sewa dapat
diperoleh melalui daftar sewa dari bangunan bersangkutan pada saat dilakukan
penilaian ataupun melalui survei sewa menyewa pada bangunan yang sejenis di
lokasi berdekatan.
Walaupun daftar sewa adalah sumber yang penting
dalam pengumpulan data, tetapi data tersebut tidak boleh langsung digunakan
sebagai perkiraan pendapatan kotor potensial sebelum dilakukan analisis
perbandingan dengan penyewa-penyewa bangunan yang sejenis di lokasi yang
berdekatan terlebih dahulu. Survei tersebut dilakukan terhadap
bangunan-bangunan yang mempunyai kesamaan dari segi konstruksi, lokasi,
komponen bangunan, maupun fasilitas yang disediakannya.
Untuk bangunan bertingkat tinggi (high rise
building) biasanya harga sewanya bervariasi untuk tiap lantainya. Hal
tersebut harus diperhatikan oleh penilai dalam pengumpulan data harga sewa
ini. Adalah penting juga untuk membuat pertimbangan-pertimbangan guna
mendapatkan perkiraan harga sewa yang sesuai berdasarkan perbandingan dengan
bangunan-bangunan lain yang sejenis tadi.
•
Service charge
Service
charge adalah sejumlah uang yang dibayar oleh penyewa
sebagai iuran tertentu untuk biaya perawatan dan pengelolaan area bersama
(common area) seperti : Electricity, Central Air Condition, Water, Keamanan,
Escalator, Lift, toilet, Building Maintenance and Clearing of the common
areas, Building Serviice during normal office hours.
v Menentukan
tingkat kekosongan dalam satu tahun.
Yaitu prosentase jumlah ruang yang tersedia yang tidak
digunakan. Kekosongan ini dapat diakibatkan antara lain:
- Sebagian luas lantai bangunan tersebut memang
belum disewakan (belum ada penyewa).
- Jangka masa antara penyewa lama dan waktu untuk
mencari penyewa baru.
- Penghentian pengoperasian sebagian luas lantai
bangunan untuk tujuan perbaikan, pengecatan, perombakan dekorasi dan
lain-lain.
v Menentukan Collection loss atau
pendapatan tak tertagih
Collection Loss atau pendapatan tak tertagih adalah
pendapatan yang hilang karena sesuatu sebab seperti penyewa lari, penyewa
tidak mampu bayar dan berbagai sebab lain. Jadi dalam penghitungan pendapatan
tak tertagih di sini agak sedikit berbeda dengan tingkat kekosongan karena
pendapatan tak tertagih bukan menunjukkan bahwa ruang tidak terkonsumsi,
namun ruang yang terkonsumsi tetapi tidak terbayar.
v Mengurangi pendapatan kotor
potential dengan tingkat kekosongan dan pendapatan tak tertagih yang hasilnya
adalah pendapatan kotor efektif dalam satu tahun (Effective Gross Income)
2.
TAHAP EXPENSES
ANALYSIS
Pendapatan kotor efektif yang sudah diperoleh
pada tahap income analysis, selanjutnya dikurangi dengan biaya-biaya,
yaitu :
• Biaya Operasional
Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mengoperasikan gedung tersebut sehingga dapat menghasilkan pendapatan sewa.
Contohnya biaya untuk perbaikan/perawatan bangunan, biaya adminstrasi (biaya
gaji, telepon, listrik, air, promosi dan pemasaran). Jumlah biaya yang
dikeluarkan mungkin mengalami naik turun dari waktu ke waktu, oleh karena itu
penilai harus selalu berorientasi pada jumlah yang wajar yang dikeluarkan
setiap tahunnya. Seperti halnya penentuan tingkat kekosongan, penentuan biaya
tahunan ini juga harus mempertimbangkan semua faktor sebagaimana yang
dipertimbangkan dalam penentuan pendapatan kotor potensial.
Perbedaan beban biaya untuk kepentingan akuntansi dan
beban biaya untuk kepentingan appraisal adalah biaya operasional untuk
keperluan appraisal tidak termasuk pengeluaran yang diluar opersi langsung
dari harta tetap/properti yang dapat menghasilkan. Ada empat jenis
pengeluaran yang tidak termasuk biaya untuk keperluan penilaian yaitu :
1.
Biaya
untuk memperoleh modal untuk membiayai proyek (financing costs)
Harta tetap yang dinilai tidak mempertimbangkan
asal-usul modal untuk membiayai proyek
2.
Pembayaran
Pajak Pendapatan (Income Tax Payment)
Pajak Pendapatan
berpengaruh pada investor, berbubungan langsung dengan pemilik tetapi tidak
berhubungan dengan harta tetap / properti.
3.
Pembebanan
Penyusutan atas Bangunan dan Sarana Pelengkap lainnya (Depreciation Charges on Buildings or Other Improvements)
Penyusutan tahunan yang
dibebankan dalam biaya sistem akuntansi, untuk menutupi modal investasi pada
periode yang ditentukan. Pada
perhitungan kapitalisasi / Capitalization rate secara otomatis penutupan
kembali modal telah diperhitungkan.
4.
Perencanaan
untuk Modal Perlengkapan (Capital
Improvements)
Walaupun pembayaran dilakukan untuk
perlengkapan, misalnya alat pendingin ruang yang baru, pengeluaran ini tidak
termasuk biaya operasional dalam penilaian tetapi sudah dicadangkan dalam
beban cadangan untuk penggantian.
• Biaya Tahunan (Out
Goings)
Adalah biaya yang dikeluarkan rutin setiap
tahunnya, tidak terkait langsung dengan operasional gedung. Biaya tahunan
berbeda kedudukannya dengan biaya operasional. Pada prinsipnya biaya tahunan
adalah biaya yang melekat pada kebutuhan properti, bukan biaya operasional
perusahaan.
- Biaya perbaikan dan perawatan properti (repair and maintenance)
Untuk mempertahankan dan
bahkan meningkatkan nilai properti, maka secara fisik harus dilakukan
perawatan fisik properti. Bentuknya dapat berupa perawatan rutin hingga
perbaikan berkala maupun insidentil.
Dengan mengacu pada konsep LCC (Life
Cycle Costing) maka biaya ini dapat diprediksi, baik untuk biaya yang
bersifat terencana maupun tidak.
- Biaya asuransi.
Terdapat berbagai jenis
asuransi atas properti sebagai perlindungan terhadap berbagai kemungkinan
yang tidak diinginkan, sebagai akibat kerusuhan massa, kebakaran, ledakan,
bencana alam, dan sebagainya.
- Biaya manajemen (management fee, seperti
royalti).
- Pajak atas properti. di Indonesia dikenal dengan
nama Pajak Bumi dan Bangunan.
Pendapatan
kotor yang telah dikurangi dengan biaya-biaya operasional akan menghasilkan
pendapatan bersih yang selanjutnya dikapitalisasi dengan tingkat kapitalisasi
tertentu untuk menghasilkan nilai .
Tingkat kapitalisasi adalah rasio yang digunakan
untuk mengestimasikan nilai dari properti yang menghasilkan.
Tingkat kapitalisasi pasar ditentukan dengan
mengevaluasi data-data keuangan dari properti yang baru saja terjual di
pasar. Tingkat kapitalisasi akan berbeda pada tiap-tiap area tergantung pada
(misalnya) lokasi, tingkat kriminalitas dan kondisi umum lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kapitalisasi pasar di antaranya
adalah sebagai berikut:
- tingkat pengembalian dari properti sejenis
- absolescence
- Inflasi
- Gross open market rental growth rates
- Resiko dan ketidakpastian investasi
-
Tipe, jenis, umur, utilitas, dan fasilitas
- Kondisi lingkungan dan
persaingan
- Aliran Pendapatan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.7. Tahapan Rekonsiliasi Nilai
|
Rekonsiliasi indikasi nilai adalah suatu analisis
terhadap berbagai kesimpulan nilai untuk mendapatkan suatu estimasi nilai
akhir. Penerapan satu atau lebih
metode penilaian biasanya menghasilkan kesimpulan nilai yang berbeda. Jika
penilai menerapkan tiga metode penilaian, maka mungkin akan diperoleh tiga
kesimpulan nilai yang berbeda.
Tahapan kerja dalam rekonsiliasi nilai dalam hal ini
terdiri dari dua tahap yaitu pertama me-“review” atau mengkaji ulang data dan
teknik penilaian dan yang kedua mengkaji perbedaan-perbedaan indikasi nilai
dari setiap pendekatan penilaian dan dikaitkan dengan tujuan/kegunaan
penilaian. Pada tahap rekonsiliasi nilai ini penilai mempertimbangkan semua
faktor, kemudian membuat keputusan (judgement) kesimpulan nilai yang paling
sesuai.
Terdapat 5 kreteria penting dalam melakukan
rekonsiliasi indikasi nilai, yaitu :
Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan
rekonsiliasi nilai untuk mendapatkan Nilai Pasar (Market Value) Properti, yaitu :
1.
Pembobotan
dilakukan dengan memberikan
persentase dari masing-masing hasil pendekatan penilaian berdasarkan asumsi
dan keadaan pasar properti serta faktor lain yang terjadi pada tanggal
penilaian, untuk selanjutnya menjumlahkan nilai hasil persentase tersebut
menjadi nilai pasar.
2.
Rata-rata
nilai pasar diperoleh dari
cara merata-rata hasil penilaian dengan menggunakan tiga pendekatan menjadi
satu nilai, yaitu nilai pasar.
3.
Pemilihan
nilai dari ketiga pendekatan
dipilih salah satu nilai saja yang dianggap paling mencerminkan sebagai
konklusi nilai pasar properti. Selanjutnya, Nilai Pasar ini akan diolah lebih
lanjut, untuk akhirnya mendapatkan Nilai Jual Objek Pajak properti
bersangkutan.
Penilai dapat menentukan besaran nilai rekonsiliasi
dengan memilih salah satu cara di atas, berdasarkan pertimbangan ketersediaan
data, jenis propertinya dan keyakinan penilai. (
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3.6.
Tahapan Kesimpulan Nilai Pasar Properti
|
Nilai Pasar
Konsep nilai pasar mencerminkan persepsi dan tindakan
kolektif pasar dan merupakan dasar dalam penilaian sebagian besar sumber daya
dalam ekonomi pada umumnya yang berdasarkan pasar. Meskipun definisi yang
tepat mungkin bervariasi, konsep ini umumnya telah dimengerti dan diterapkan.
Definisi nilai pasar adalah :
Perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang
dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti,
antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual, dalam
suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak,
dimana kedua pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati tanpa
paksaan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.4.
TAHAP KEDUA
|
Tahap kedua : Penentuan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB
Setelah diperoleh nilai pasar properti, tahapan
selanjutnya yang akan dilakukan adalah penentuan NJOP dengan mekanisme
sebagai berikut :
2.4.1.
Identifikasi Bagian Properti
yang menjadi Objek PBB
Pada Bab II Pasal 2 UU No.12 tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994
menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah Nilai Pasar Properti disini
terdiri dari nilai Real Properti (tanah dan bangunan) yang dapat menjadi
objek PBB dan nilai personal properti yang tidak dapat menjadi objek PBB.
Personal property mencakup aset berwujud (tangible
assets) seperti mesin dan peralatan (contoh mesin produksi dan mesin pendukung), Fixture
& Furniture (contoh : Meja, kursi, lemari dan aset sejenis lainnya), Aset
Kendaraan (Mobil, truk, alat berat, kapal, pesawat), Peralatan operasional
(Komputer, faximile, printer dan aset sejenisnya), Intangible Assets, Surat-surat berharga (Saham, investasi,
Deposito, Saham Langsung), Goodwill, hak paten, franchise, merek dagang, hak
cipta.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.4.2.
Menentukan nilai atas bagian
properti yang tidak dapat menjadi objek PBB
Bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB
adalah personal properti yang
terdiri dari tangible asset dan
intangible asset.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.4.3.
Menentukan nilai atas bagian
properti yang dapat dikenakan PBB dengan cara mengurangi nilai properti
dengan nilai bagian properti yang tidak dapat menjadi objek PBB (butir 2)
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.4.4.
Mengalokasikan nilai pasar
properti tersebut (angka 3) menjadi nilai pasar bumi dan nilai pasar
bangunan.
Sesuai dengan Undang-undang No.12 Tahun 1985 yang
sebagaimana diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan pasal 2 ayat 1, bahwa objek pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Untuk tujuan tersebut, maka perlu dilakukan
konversi Nilai Properti yang dikenakan PBB menjadi dua komponen, yaitu :
Nilai Bumi dan Nilai Bangunan.
Cara yang lazim dilakukan untuk mengalokasikan nilai
pasar properti menjadi nilai pasar bumi dan bangunan adalah mempergunakan
proporsi besarnya nilai bumi atau nilai bangunan dibandingkan dengan nilai
properti yang dihasilkan dari pendekatan biaya (pendekatan/metode nilai
perolehan baru). Proporsi inilah yang selanjutnya dipakai dalam mem-breakdown Nilai
Properti yang dikenakan PBB menjadi nilai pasar bumi dan nilai pasar bangunan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.4.5.
Menghitung nilai pasar bumi
per m2 dan nilai pasar bangunan per m2.
Caranya membagi Nilai pasar bumi dengan luas tanahnya
dan nilai pasar bangunan dengan luas nilai bangunan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.4.6.
Melakukan klasifikasi (konversi klas)
Setelah diketahui nilai bumi dan bangunan per meter
persegi (m2) maka selanjutnya nilai tersebut diklasifikasikan berdasarkan
Kep. Men No. 523/ KMK/ 04/ 1998 tanggal 18 Desember 1988 tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai dasar Pengenaan PBB.
(i)
Nilai tanah per
meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam
"Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998
tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP
sebagai Dasar Pengenaan PBB.
(ii)
Nilai bangunan
per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam
"Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan
Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB.
(iii)
Untuk objek
pajak yang terdiri dari lebih dari satu bangunan, konversi dilakukan dengan
cara menjumlahkan nilai seluruh bangunan dan dibagi luas seluruh
bangunan. Nilai bangunan per meter
persegi rata-rata tersebut kemudian dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998
tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya NJOP
sebagai Dasar Pengenaan PBB.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.4.7.
Penghitungan NJOP
Dengan cara menjumlahkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan
menjadi NJOP.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar